Setelah Joko Suprianto menjadi juara pada 1992 silam, tunggal putra Indonesia akhirnya kembali berjaya. Jonatan Christie mengikuti jejak pendahulunya itu setelah menanti selama 20 tahun.
Akhir penantian dua dekade itu terpenuhi di St. Jakobshalle, Basel pada Minggu, 27 Maret 2022 malam WIB. Jojo mengalahkan pemain non-unggulan India,Prannoy H.S dalam dua gim 21-12, 21-18.
Jojo hampir tanpa perlawanan di laga pamungkas. Prannoy berada dalam tekanan sepanjang pertandingan, tidak seperti saat menghempaskan Anthony Sinisuka Ginting di babak semifinal. Bagi Jojo ini merupakan gelar World Tour pertamanya setelah lebih dari dua tahun lalu menjuarai Australia Open Super 300.
Usai mengunci gelar juara, Jojo mengakui strategi yang diterapkan berbuah manis. Ia menggunakan strategi seperti saat mengalahkan wakil lainnya dari India di babak semifinal yakni Srikanth Kidambi. Saat itu, Jojo sempat kalah di gim pertama, namun bisa bangkit di dua gim berikutnya.
“Awal strateginya kurang lebih sama dengan kemarin saat melawan Srikanth, saya mencoba menjauhkan bola dari jangkauannya dulu. Ketika ada kesempatan baru menyerang,” beber Jojo melansir siaran pers Humas PP PBSI.
Tidak hanya itu. Atlet kelahiran Jakarta itu pun belajar dari pertandingan Prannoy saat mengalahkan rekan sepelatnas, Anthony Ginting. Jojo memilih menyerang ketimbang memberi kesempatan kepada lawannya itu untuk menekan.
“Saya belajar dari Ginting kemarin ketika menyerang terus, malah dia lebih nyaman mainnya,” sambungnya.
Jojo memang bisa mengunci kemenangan dengan mudah. Namun, ia hampir saja terpeleset sehingga membuatnya lawannya bisa merebut dua poin setelah kedudukan 20-16.
“Tadi di poin terakhir saya ingin cepat menyelesaikan, mainnya jadi total menyerang ternyata balik terus dan malah mati sendiri dua kali,” tuturnya.
Dalam situasi seperti itu, Jojo akhirnya bisa kembali ke pola andalan yakni mengembalikan bola servis secara mengagetkan.
“Setelah itu saya coba balik ke pola saya, saat dia servis saya coba membalikkan dengan bola yang mengagetkan dan berhasil.”
Bagi Jojo gelar juara ini sangat berarti baginya. Ia menilai tidak mudah proses yang dilalui hingga mampu mencapai podium tertinggi. Apalagi ia sempat terkonfirmasi positif Covid-19 saat bermain di German Open, sebelum All England digelar.
“Hasil ini sangat berarti buat saya, bukan hanya gelar juaranya tapi juga ke prosesnya. Saya bisa main di sini dan All England kemarin saja sudah sebuah anugerah luar biasa setelah saya positif Covid-19 di Jerman,” ungkapnya.
Ia tak menampik hal tersebut terjadi karena intervensi Tuhan. Dua tahun lebih tak merasakan manisnya juara, akhirnya Tuhan ikut campur mengakhiri paceklik itu.
“Ini pasti campur tangan Tuhan. Apalagi saya sudah tidak juara, dua setengah tahun.
Apakah gelar juara ini membuat Jojo merasa cukup? Tentu tidak. Pemain 24 tahun itu menegaskan dirinya terus mengincar gelar, terutama di turnamen-turnamen level atas.
Selamat Jojo!